Selasa, 19 April 2011

Cagar Budaya

Pengertian Taman Kota

Menurut UU No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1)

1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;

2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;

Sedangkan Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.

Cagar Budaya Golongan A

1. Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah.


2. Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.


3. Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada.


4. Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya.


5. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.


Cagar Budaya Golongan B

1. Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya

2. Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.

3. Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan

4. Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.

Cagar Budaya Golongan C

1. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan

2. Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan

3. Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan

4. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.

Feng Shui, Kepercayaan atau Logika…?

Kota Jakarta dan Feng Shui

Dari segi udara (Feng), di jaman Belanda, warga Batavia masih dapat melihat kota dipeluk oleh gunung. Di peluk gunung dalam Feng Shui berarti memiliki energi alam “yin” yang memberikan ketengan pikiran. Polusi udara dianggap menghalangi gunung sehingga Jakarta kehilangan energi alam. Logikanya… “Polusi udara Jakarta membuat suhu udara semakin tinggi. Rutinitas pekerjaan yang padat di ibu kota dan didukung oleh suhu udara yang panas mengakibatkan banyak warga Jakarta menjadi cepat lelah dan akhirnya sangat cepat emosi…”

Dari segi air (Shui). Air dengan sifat energi “yang”, seharusnya dapat member semangat hidup untuk berkarya secara positif. Karena keadaan sumber air tidak baik maka Jakarta tidak memiliki energi positif. Logikanya, “Klo sungai-sungai di Jakarta bersih dan terawat, pasti masyarakat Jakarta banyak yang memilih area pinggir sungai buat tempat mencari ilham atau sekedar santai-santai. Kaya di kartun-kartun Jepang, tokoh-tokohnya banyak yang mencari inspirasi di pinggir sungai. Nah…bagaimana caranya warga Jakarta punya semangat hidup positif klo keadaan sungainya kotor dan bau, yang ada mabok deket-deket sungai yang jorok”.

Terlepas dari Feng dan Shui, kondisi lingkungan dimana kita tinggal banyak dikitnya akan mempengaruhi diri kita. Jika lingkungannya bersih, nyaman, asri dan teratur akan membuat diri kita menjadi tenang/rileks. Sebaliknya jika lingkungannya kotor, bau, panas, dan tidak teratur akan membuat diri kita tidak teratur pula, yang ada hanya emosi jiwa.

Jadi Feng Shui Kepercayaan atau Logika…?

Jumat, 15 April 2011

Jakarta Oh... Jakarta

Jakarta merupakan ibu kota Negara Tercinta Republik Indonesia. Dikenal sebagai salah satu kota megapolitan. Seharusnya Jakarta menjadi contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia sebagai kota yang baik yang mampu mencerminkan sebuah kehidupan yang baik pula, namun apa yang terjadi di Jakarta…

Miskin


Kemiskinan hal yang lumrah di Jakarta. Dibalik keperkasaan gedung-gedung pencakar langit terselip ribuan perumahan kumuh yang sebenarnya juga tidak layak disebut perumahan. Rumah tak layak huni ini terjejal dipingiran kali, di bawah fly over, di sepanjang jalur kereta api, tetap bertahan dengan segala resiko bahaya yang mengintai. Namun apa daya, tak ada uang berarti tak ada hidup layak. Lalu dimana peran pemerintah…?

Macet

Dari Pagi-Malam, dari Senin-Minggu, dari Januari-Desember, macet tak pernah terelakan di Jakarta. Permasalahan utamanya adalah jumlah jalan yang tidak dapat mengimbangi penambahan jumlah kendaraan di Jakarta. Seharusnya makin banyaknya kendaraan bermotor (kendaraan pribadi) berarti semakin baiknya taraf hidup seseorang dan harusnya pemerintah mendapat tambahan pendapatan dari pajak kendaraan yang dapat digunakan untuk memperbaiki atau juga menambah fasitas jalan di Jakarta.

Banjir

Banjir merupakan pemandangan yang lazim setelah hujan turun di Jakarta. Ga perlu hujan lebat dan berjam-jam, gerimis pun dapat mendatangkan banjir. Hal ini diakibatkan sistem drainase yang buruk. Saluran-saluran air yang ada berubah fungsi sebagi tempat sampah, lahan hijau sebagai area penyerap air hujan sudah berubah menjadi padang aspal dan akar pohon-pohon sebagi pengikat air tanah berubah menjadi pondasi-pondasi hutan beton bertulang. Pada akhirnya tidak ada tempat untuk air mnegalir dan akhirnya Jakarta kembali tergenang…

Itulah Jakarta, mungkin tanpa banjir, macet, dan miskin, kota megapolitan ini namanya bukan Jakarta. Hehehe….. Nasib si ibu kota dengan banyak realita kehidupan. Siapa yang salah…? Rakyak sibuk cari nasi buat perut sendiri, dan aparatur sedang disibukan dengan keinginan menggunakan uang rakyat…