Minggu, 09 Januari 2011

Kritik Deskriptif_Klenteng Sam Po Kong

Klenteng Sam Poo Kong

Lokasi : Jl. Simongan Semarang
Pemilik : Yayasan Klenteng Sam Po Kong Gedung Batu
Penggunaan : Tempat Pemujaan Sam Po Tay Djien

Klenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.

Klenteng Sam Po Kong disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Klenteng Sam Po Kong telah berubah dari bangunan kayu tradisional menjadi bangunan beton besar beratap Ngang Shan. Bangunan lama didepan gua Sam Po Kong, di kaki sebuah bukit kecil telah dipindah dan sebagian bukit dipapas demi memberi ruang untuk bangunan baru. Sekarang gua Sam Po Kong ada dibawah bangunan baru dan sebuah gua baru dibuat di balik bangunan itu, menggantikan gua asli dibelakang bangunan klenteng lama yang telah dihancurkan. Meskipun dulunya merupakan sebuah Masjid akan tetapi sekarang di dalam gua diletakan sebuah altar besar, untuk keperluan sembahyang dan pemujaan. Sebuah patung Sam Po Kong raksasa pun didirikan di depan klenteng untuk menyerap kekuatan dewa. Keseluruhan kawasan klenteng, yang terdiri atas banyak bangunan dalam sebuah perkarangan yang luas, sekarang disebut objek wisata budaya Sam Po Kong.

Disebelah kiri gua batu itu terdapat sebuah batu piagam, batu berukir tersebut diukir dalam tiga bahasa: China, Indonesia dan Inggris. Baru berukir tersebut dibuat khusus untuk memperingati kedatangan Zheng Ho di Kota Semarang. dan merupakan sumbangan dari keluarga Liem Djing Tjie pada tahun 1960.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbQLk40sBCA_yHFrcQOImfEBEtYEWlyyC2b3QaYfMeONErdSW9N_TNwBDLGDp5d1eSI5oI49zAyGKV2iPOjyitqSQrPcELJobN9-bG6hRgnsbt-geYXGdvdnNN3i4EpuUpAFqsZc0-dI9k/s400/DSC02445.JPG

Arsitektur Klenteng ini merupakan perpaduan dari budaya Jawa dan budaya Cina. Kelenteng Sam Po Kong memiliki bentuk atap yang berbentuk melengkung dengan melancip kearah atas pada bagian sisi ujungnya. Perbedaan ruang-ruangnya adalah terletak pada ketinggian, warna lantai yang berbeda serta penataan kolom-kolom. Sehingga walaupun tidak memiliki dinding yang menjadi batasan sebuah ruang, namun orang yang datang ketempat ini dapat langsung mengetahui batas-batas ruangnya. Di hampir seluruh area klenteng ini, terdapat pahatan gambar kapal Sam Po Kong dan naga sebagai makhluk suci yang dipercaya oleh orang Cina sebagai kekuatan gaib yang menguasai dunia. Kawasan ini “dijaga” oleh empat jenderal yang disimbolkan dalam bentuk patung. Sebagian dari patung ini menyerupai manusia biasa, sedangkan dua sisanya mirip dengan gambaran dewa-dewa Cina, dengan janggut panjang, wajah yang unik, dan pakaian dengan atribut khusus. Facade gua berlukisan sepasang naga dengan bola api yang terletak di tas ambang pintu masuk yang sempit.

Klenteng ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Kuil Sam Po Kong, kuil Mbah Juru Mudi, dan kuil Dewa Bumi. Kesemua kuil ini memiliki arsitektur yang mirip dan didasarkan pada arsitektur Istana Terlarang di Cina dengan ciri khas gaya atap yang bertumpuk tiga yang melambangkan kelopak teratai. Warna yang dominan pada setiap bangunan di Klenteng Sam Po Kong adalah merah, kuning, dan hijau. Dalam budaya Cina, warna merah melambangkan kebahagiaan dan menolak pengaruh jahat, warna hijau merepresentasikan warna alam, dan warna kuning adalah warna kekaisaran. Sedangkan , sentuhan budaya Jawa terlihat dari pendopo di pintu gerbang, patung togog, dan ukir-ukiran di beberapa bagian klenteng.

Sebenarnya, di kuil pertama ini hanya ada gua suci Sam Po Kong di mana dulunya digunakan oleh Cheng Ho untuk mengambil air wudlu. Pengaruh Islam juga didapati pada bedug yang diletakkan di dalam kuil. Ukuran dan bentuk bedug di kuil pertama ini sangat mirip dengan bedug yang ada di masjid. Hanya warna merah yang membuatnya berbeda dengan bedug-bedug yang lainnya. Ada pula pengaruh Budha di kuil ini, berupa lonceng besar yang digunakan untuk memfokuskan pikiran selama meditasi. Sedangkan pengaruh Tao dapat dilihat dari jumlah genap dari lilin besar di halaman kuil yang merupakan represntasi dari keseimbangan yin dan yang.

Kuil yang kedua berikut ini ditujukan untuk menyembah makam mbah juru mudi (Wang Jing Hong, wakil Zheng Hoo dalam pelayarannya). Bangunan makam merupakan bangunan sederhana beratap pelana. Pintu masuknya terletak di tengah dan di kedua sisinya terdapat jendela bundar. Di bawah kedua jendela bundar terdapat lukisan berwarna yang mengisahkan perjalanan pelayaran Sam Po. Selain makam mbah juru mudi, ada tempat lain yang biasanya dipakai para peziarah untuk berdoa dan bermeditasi, yaitu pohon besar yang letaknya persis di samping makam.

Nisan mbah juru mudi itu sendiri sangat Islami, dengan tulisan Arab yang berupa syahadat di kain penutup peti jenazah. Pada kedua sisi makam, terdapat arca yang persis dengan arca di gerbang sebuah kuil Hindu di Yogyakarta. Patung-patung ini dianggap sebagai “penjaga” makam. Budaya Jawa sangat mempengaruhi munculnya arca-arca penjaga seperti ini. Pengaruh dari budaya Jawa yang lain adalah ukiran dan tulisan dengan alphabet Jawa yang berdampingan dengan tulisan Cina.

Kuil ketiga yang disembah adalah Dewa Bumi yang memiliki nama Hok Tek Ching Shin, Fu Te Cheng Sen, atau Ta Pe Kong yang terletak di belakang pintu gerbang, merupakan yang paling populer. Di kalangan masyarakat yang agraris, Dewa Bumi ini sangat dihormati dan selalu dimintai berkahnya. Bangunan awalnya beratap pelana dengan bubungan melengkung dan teritisan yang disosorkan. Kini bangunan tersebut seperti sebuah anjungan beratap limasan dengan bidang atap dan bubungan yang dilengkungkan ke atas. Penutup atap yang semula genteng telah diganti dengan seng bergelombang.

Sumber:

http://books.google.co.id/

http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-kesejarahan/391-kelenteng-sam-po-kong-semarang

www.wikipedia.com

http://seputarsemarang.com/klenteng-sam-po-kong-1356

Rabu, 05 Januari 2011

Kritik Arsitektur_kritik doktrinal


Linda Ayu Alamanda_20307027

Kritik Doktrinal_Kubah sebagai Identitas Masjid

Metoda Doktrin (satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang tak terukur)

Kubah adalah 1 lengkung (atap); 2 atap yg melengkung merupakan setengah bulatan (kupel): -- masjid;

Kubah, Sumber : google.com

Kubah bukan merupakan simbol keagamaan, namun sudah membudaya sehingga kubah dijadikan sebagai identitas bangunan masjid sama halnya dengan lambang bulan dan bintang pada masjid.

Masjid Agung Semarang, Masjid Baiturahman (kiri) dan Masjid Istiqlal (kanan). Sumber : google.com

Studi Kasus : Kubah yang digunakan pada Gereja

Gereja Blenduk, Sumber : google.com

Gereja GPIB Immanuel merupakan gereja kristen tertua di Jawa Tengah. Gereja yang lebih sering disebut Gereja Blenduk ini dikenal karena keistimewaan kubahnya yang mirip dengan kubah masjid. Dapat dikatakan bahwa kubah gereja ini merupakan vocal point dan menjadi keunikan tersendiri pada bangunan gereja.

Kesimpulan :

Kubah bukan merupakan simbol keagaman (agama Islam), namun karena telah membudaya sejak lama dalam penggunaannya sebagai atap pada masjid sehingga menjadikan kubah identik dengan bangunan masjid. Seperti bangunan Gereja Blenduk karena desainnya (kubah) berbeda dengan gereja lainnya dan mirip dengan masjid sehingga bangunan gereja tersebut dikatan unik dan istimewa.

Bentuk Kubah sekarang ini dijadikan identitas masjid, apabila masjid tanpa kubah menjadikan bangunan tersebut terlihat janggal. Kini tidak hanya dalam penggunaan atap namun kubah juga digunakan sebagai ornamen – ornamen (bentuk jendela, pintu, pagar, dll.) pada masjid.

Pilar Masjid Sumber : google.com

Pintu Masjid Sumber : google.com

Jendela Masjid, Sumber : google.com

Sumber :

www.artikata.com

id.wikipedia.org

id.answers.yahoo.com